Jumat, 24 Desember 2010

TUGAS 6 (BISNIS PENGETAHUAN)

Anything can be a Business

Dunia bisnis mengalami gejolak hebat di tahun-tahun belakangan ini. Jika kita memperhatikan lebih jauh, perbedaan mencolok pasti akan tampak, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Gempuran Teknologi Informasi yang merajalela, sangat cepat mobilitasnya dan tak terkendali dampaknya, membuat segalanya mungkin- stay connected. Potensi luar biasa inilah yang kemudian mempengaruhi pola pikir orang-orang; dan akhirnya teknologi informasi itu sendiri (dan segala aspek-aspeknya) telah berubah menjadi berbagai macam sisi yang sangat menguntungkan, dari segi finansial.
Dan akhirnya, teknologi-lah yang kini berperan penting dalam suatu proses pencarian uang, proses menjual barang dan jasa; business. Apa itu bisnis?
Berikut definisi bisnis dari Wikipedia. Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Mendengar kata bisnis, tentu scope-nya terasa ‘berkelas’, maupun ‘elit’ bagi kebanyakan orang, terutama masyarakat kalangan bawah. Karena paradigma bisnis yang telah berlaku semenjak dulu mengatakan, bisnis adalah sesuatu yang dikerjakan oleh orang-orang yang bermodal maupun berpenghasilan tinggi. Selanjutnya berkembang kata ‘bisnis kecil-kecilan’, dimana kata ini dapat mencakup status sosial masyarakat yang lebih luas lagi. Yang dikelompokkan dengan ‘bisnis kecil-kecilan’ ini biasanya adalah para masyarakat kecil maupun menengah yang membuka usaha kecil-kecilan, misalnya warung, warteg, maupun jasa mencuci mobil, menjahit, dan lain-lain. Namun title ini juga sering disematkan ke orang-orang berada yang membuka bisnis ‘tak jelas’, maupun bisnis ‘sekedar hobi’, yang bukan sebagai mata pencaharian utama bagi mereka.
Dari konsep bisnis di atas, tampak bahwa setiap bisnis mempunyai beberapa faktor penting yang diperlukan; modal, barang/jasa, dan pelaku. Ya, ketiga faktor tersebut penting dalam suatu bisnis. Dan tidak ada yang dapat diabaikan. Namun ketika kita kembali lagi menengok keadaan sepuluh tahun yang lalu dan sekarang, akan tampak jelas perbedaannya.
Satu hal yang selalu sama, bisnis tetap harus berjalan dengan adanya ketiga faktor tersebut. Namun yang menjadi perbedaan mencolok adalah, nilai dari ketiga faktor tersebut dalam membangun sebuah bisnis.
Ilustrasinya seperti ini, untuk membangun sebuah bisnis di tahun 2000, si A yang berencana membangun bisnis rumah makan memerlukan modal sampai berpuluh-puluh juta untuk membeli tempat, perabotan, dan perkakas-perkakas lain yang diperlukan. Selanjutnya dia harus memikirkan menu yang diminati banyak orang, yang nantinya akan menjadi dagangan utama dalam bisnisnya. Dan terakhir dia butuh beberapa karyawan untuk membantunya dalam mengolah makanan, menjaga kasir, menyajikan makanan, bahkan membersihkan tempat. Tak sampai di situ, si A harus melakukan kontrol setiap hari untuk mengetahui profit, kendala-kendala serta kemajuan dari bisnis yang dilakoninya.
Sekarang kita lihat si B, yang mencoba berbisnis di Tahun 2010. Untuk modal awal, berbagai peralatan IT dibelinya mulai dari komputer, smartphone, dan koneksi internet yang semuanya dia boleh dapatkan dengan harga yang relatif terjangkau. Selanjutnya dia memikirkan apa yang akan dia jual dalam bisnis online-nya. Tentunya diapun membangun suatu system online, yang dapat dia pelajari otodidak dan relatif tidak memerlukan tenaga manusia yang banyak. Setelah dia memenuhi itu semua, perlahan dia membangun bisnisnya sendiri, melalui komputer sendiri, dan dia masih punya banyak waktu untuk santai. Tampak simple jika dibandingkan dengan bisnis si A, namun ternyata si B dapat memperoleh profit yang relatif stabil bahkan meningkat, dengan modal yang tak seberapa dan tak perlu memperhatikan faktor-faktor kerusakan konvensional yang dapat terjadi seperti pada bisnis si A.
Dari ilustrasi tersebut, tampak jelas apa yang menyebabkan perubahan besar-besaran pada dunia bisnis dewasa ini; Teknologi Informasi. IT-lah pelaku utama dari perubahan ini, dan memang dengan menerapkan IT dalam lifestyle kita sehari-hari, maka banyak perubahan yang akan terjadi, secara langsung maupun tak langsung.
Kembali lagi ke bisnis, mari kita tinjau lebih lanjut berbagai macam segi bisnis yang telah dipengaruhi oleh perkembangan IT ini.


Business of Knowledge; Knowledge is the Winner

Pengetahuan mahal harganya; pepatah ini pasti sering kita dengar. Dan tidak ada yang memungkiri hal ini. Untuk mengejar pengetahuan, semua orang pasti tahu bahwa itu membutuhkan biaya. Semakin berat dan tinggi pengetahuan yang ingin kita capai, maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Sementara itu, pengetahuan dapat juga kita temukan dimana saja, kapan saja. Namun, untuk dapat mempelajari itu, walaupun mungkin kita tak memerlukan uang, namun pengalaman yang kita ‘korbankan’ untuk mendapatkan pengetahuan itupun ‘mahal harganya’.
Setiap orang yang dilabeli ‘Orang Berpengetahuan’-pun pasti tampak dengan image yang lebih baik dari orang yang tidak seperti dia. Seorang Albert Einstein, sang penemu teori relativitas yang menjadi cikal bakal penemuan pemusnah massal bom atom dan nuklir, adalah bukti bahwa orang berpengetahuan adalah pemenang. Sampai saat ini Albert Einstein dianggap sebagai orang terjenius yang tercatat di dunia. Kata “Einstein” bahkan menjadi kosa kata informal untuk menunjukkan orang yang cerdas.
Pengetahuan diperlukan dimana saja dan kapan saja untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik lagi, salah satunya dalam Bisnis. Bisnis tanpa pengetahuan tampak seperti sesuatu yang hambar dan tidak berguna. Karena pengetahuan adalah suatu hal mutlak yang harus dimiliki dalam menjalankan bisnis. Kecuali anda tidak memusingkan bisnis anda gagal dan mengalami kerugian yang besar.
Knowledge is the Winner, Knowledge can change everything. Bisnis yang awalnya mungkin tampak murahan dan tidak menjanjikan, ketika diolah oleh seseorang yang berpengetahuan; paham akan strategi pemasaran, mengerti niche, tahu mengolah uang, maka bisnis tersebut dapat berkembang menjadi sesuatu yang luar biasa. Conrad Hilton, seorang pengusaha sukses, mengawali bisnisnya dengan uang US$ 5000 di tabungan. Dalam kegalauan karena kehancuran karir sebelumnya, ia menemukan seorang pemilik hotel kecil yang menjual hotelnya seharga US$ 20.000. Untuk tambahan modal Hilton meminjam uang dari teman-temannya. Dan dengan usaha keras serta pengetahuan dalam mengolah hotel sebagai bisnisnya, dia mengembangkan hotelnya tersebut dan sekarang dikenal sebagai pendiri jaringan Hotel Hilton yang menjadi symbol sukses dan kemewahan bagi mereka yang menginap di dalamnya. Ketika ia meninggal pada tahun 1979 di usianya ke-91 tahun, ia mewariskan 185 hotel di Amerika, dan 75 hotel di luar negeri. Kini Hilton Internasional mengoperasikan 2.800 hotel, 480 ribu ruang di 76 negara. Pada tahun 2006 Hilton mencetak pendapatan US$ 8.16 milyar (Rp 73.4 triliun).
Knowledge is ‘Something’ You can Sell. Dijual? Apakah pengetahuan bisa dijual? Jawabannya Ya. Segala sesuatu yang kita jual dalam suatu bisnis, sejujurnya kita juga ikut menjual pengetahuan kita di dalamnya. Karena benda mati yang kita jual tersebut diolah dan diproses menggunakan pengetahuan, dan tentunya hal tersebut berbeda satu dengan yang lain. Dan nilai dari produsennya tersebut mempengaruhi nilai jual suatu produk. Suatu produk yang terbukti kualitasnya dan unggul dalam sisi pemasaran tentunya akan menguasai pasar bisnis. Bandingkan dengan suatu produk yang berkualitas tinggi namun ditawarkan dengan harga yang relatif mahal. Atau suatu produk yang memiliki harga terjangkau namun diragukan dari sisi kualitas. Jadi, dalam bisnis ini, produk yang paling unggul dari berbagai sisi, baik kualitas, harga, merk dan sebagainya adalah produk yang menguasai pasar. Dan untuk membangun semuanya itu diperlukan pengetahuan yang berkompeten, bukan hanya sekedar secara teoritis namun juga secara analitis maupun kualitatif.

Knowledge can affect every aspect of life. Bisnis pengetahuan menjadi suatu paradigma yang penting dipahami nilainya bagi para pebisnis. Mengolah sesuatu dengan menggunakan pengetahuan tentunya akan memberikan hasil yang lebih baik. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ideologinya dibangun dengan berlandaskan pengetahuan manusia. Jadi penerapan terhadap pengetahuan itu sebenarnya ada dimana-mana.
Seorang produsen harus paham tentang seluk beluk pemasaran. Memikirkan strategi yang tepat terhadap produk yang dijualnya juga merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan. Untung-rugi, prospek ke depan, kendala-kendala yang mungkin dialami, seyogyanya harus dipikirkan sedari awal oleh sang produsen. Selain itu yang paling penting adalah bagaimana dia menjalin hubungan yang baik dengan distributor, maupun konsumen. Menjalin kepercayaan dengan mereka tentunya akan semakin mudah ketika si produsen paham akan etika-etika dalam bisnis, dan itu semua hanya bisa dicapai oleh produsen yang berpengetahuan.
Seorang distributor selaku perantara antara produsen dan konsumen, tampaknya adalah pihak yang paling memikirkan masalah kepercayaan ini dengan lebih intens, karena biasanya mereka berhubungan langsung dengan dua pihak tersebut; produsen maupun konsumen (walaupun dalam bisnis teknologi informasi sendiri, peran seperti ini tampak semakin kabur). Meyakinkan produsen bahwa dia adalah distributor yang tepat, yang mampu memasarkan produk-produknya dengan tepat sasaran tanpa mengganggu esensi dari produk itu sendiri; sampai meyakinkan konsumen bahwa ini adalah produk yang mereka cari, berkualitas unggul dengan harga yang sesuai. Kerja-kerja seperti ini tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan sang distributor sendiri.
Konsumen, sebagai pihak terakhir dalam rantai bisnis ini, tampak tidak perlu memikirkan hal-hal yang kelihatan ‘sukar’ seperti pihak-pihak di atas. Namun sejujurnya, konsumen memiliki pengaruh besar dalam jalannya suatu bisnis. Dan konsumen yang berpengetahuan adalah suatu titik tertinggi yang harus ditaklukkan oleh produsen maupun distributor. Ketika seorang konsumen tahu mengenai suatu produk dengan detail dan berkelas (dipengaruhi oleh pengetahuan; tentunya), maka daya minatnya akan suatu produk menjadi lebih complicated. Paling parah jika ternyata si konsumen tahu lebih banyak daripada sang distributor. Kepercayaan dalam bisnis ini bisa runtuh seketika.

Tampaknya bisnis pengetahuan telah menjadi tren luar biasa dewasa ini, apalagi dipengaruhi oleh nilai-nilai IT yang semakin kokokh memasuki kehidupan masyarakat, bahkan telah menjadi lifestyle manusia. Berikut mari kita liha 4 macam bisnis yang berdasarkan pada bisnis pengetahuan ini, dengan nilai-nilai IT di dalamnya :

Business of Information; Free-of-Writing

1. Information as a News

Setiap detik selalu terjadi hal yang baru di dunia ini, dari peristiwa-peristiwa menyenangkan sampai ke peristiwa yang mencekam, fenomena alam yang mendatangkan musibah, dan lain sebagainya. Apa yang terjadi di belahan dunia barat baiasanya dapat kita ketahui dengan mudah, karena penyebar-luasan berita dewasa ini tidak terbatas jarak dan waktu; teknologi informasi telah mempermudah segalanya. Informasi akan lebih cepat didengar oleh siapapun, yang tentunya terhubung dengan teknologi informasi ini.
Internet telah menjadi gudang dari segala macam informasi, dari yang paling umum bahkan yang paling intim. Mengakses internet tampak jauh lebih mudah bagi masyarakat daripada harus menunggu setiap pagi untuk sebuah cetakan koran yang diedarkan loper koran setiap paginya. Mengakses internet tampak lebih efisien karena dapat diakses dimana saja, kapan saja. Dan jauh lebih mudah daripada menghidupkan perangkat televisi maupun radio. Tampaknya sekarang informasi dalam penyalurannya lebih didominasi media internet daripada media-media konvensional pada umumnya.
Media-media konvensional sendiri memang tak akan pernah kehilangan penggemarnya, karena segala sesuatu yang berhubungan dengan televisi, koran, dan radio telah menjadi suatu pola hidup masyarakat dari dulu yang sulit untuk ditinggalkan. Seperti radio misalnya; tetap memiliki penggemar setia yang telah terbiasa mendengarkan informasi; echoic daripada iconic.
Bagaimana dengan media internet? Kata yang paling cocok disematkan untuk media ini, luar biasa. Ketika media-media lain perlu waktu berpuluh-puluh tahun untuk menjadikannya kebutuhan dan konsumsi bagi masyarakat, media internet hanya memerlukan waktu yang jauh lebih singkat untuk membuatnya menjadi sydrom di masyarakat. Tak kenal usia, tak kenal waktu, semuanya dapat mudah ‘tersihir’ oleh teknologi ini.
Sekarang kita kembali lagi ke topik pembicaraan, yaitu bisnis informasi. Sebenarnya berbisnis informasi telah lama, bahkan jauh lebih lama ada daripada yang kita pikirkan. Informasi menjadi kebutuhan tak terelakkan dalam kehidupan manusia. Bayangkan jika selama seminggu saja anda tak pernah mengetahui tentang informasi yang terjadi di dunia luar, maka rasakan betapa ketinggalannya anda.
Media-media konvensional yang kita kenal selama ini, sebenarnya telah menerapkan bisnis informasi di dalamnya. Misalnya dalam suatu koran, setiap pemberi informasi, editor, maupun reporter, akan dibayar jika beritanya dimuat. Begitupun dalam sebuah siaran berita di televisi. Pekerja informasi telah ada, banyak, dan telah menjadi alah satu bidang pekerjaan bagi manusia.
Namun pada akhirnya, teknologi informasi mengubah segalanya. Walaupun esensi bisnis informasi disini serupa dengan bisnis informasi di media konvvensional, namun pada kenyataanya banyak pola yang berbeda, yang membuat berbisnis informasi di dunia maya tampak lebih mudah dan menguntungkan daripada berbisnis di media lain.
Information with no Rules. Perbedaan paling besar antara bisnis inforasi biasa dengan bisnis informasi internet adalah; bisnis informasi di internet tidak memikirkan peraturan maupun paradigma-paradigma yang biasanya ada dan ‘membatasi’ kinerja para pebisnis informasi biasa. Tak perlu mengikuti prosedur, tak perlu menunggu beritanya disunting, seorang pebisnis informasi dapat langsung mem-publish informasinya melalui internet; blog, website, maupun akun jejaring sosial pribadinya. Ketika informasi yang dipilihnya bernilai tinggi (hubungan erat dengan bisnis pengetahuan tadi, red) dan tentunya berbeda, bahkan belum banyak dipublish ditempat lain, maka pebisnis informasi memiliki kesempatan besar untuk membuat informasi yang dimuatnya menjadi berita yang luar biasa di dunia maya.
Selanjutnya, jika si pebisnis mengetahui konsep pemasaran internet yang memadai; dia tahu seperti apa kebutuhan masyarakat dan bagaimana agar informasinya dapat diserap oleh masyarakat, maka jalan untuk sukses di dunia bisnis informasi internet ini terbuka baginya.
Information quickly spreading. Media internet yang luas dan tidak terbatas tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi ada pebisnis informasi. Bayangkan jika menggunakan media koran, beritanya hanya akan dikonsumsi oleh masyarakat di wilayah tertentu. Menggunakan radio, hanya mereka yang terjangkau dengan frekuensi radio tersebut yang dapat mendengarnya. Media televisi sendiri biasanya hanya untuk konsumsi lokal suatu negara saja.
Sedangkan media internet? Jangan ditanya. Tak ada batas. Bahkan berita lokal sekalipun dapat menjadi konsumsi dunia berkat internet ini. Hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi para pebisnis informasi. Dan akhirnya membuat berbisnis informasi di internet sekarang ini menjadi sesuatu yang booming. Berita-berita dengan ‘leluasa’ tersebar, tak ada batasan.

2. Information as a Literature

Media bacaan; baik itu novel, majalah, maupun komik telah memiliki tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Konsumsi bacaan-bacaan, yang kadangkala disebut sebagai informasi alternative ini, juga berjalan seiring dengan perkembangan informasi-informasi berita. Literatur-literatur untuk menunjang pengetahuan begitu banyak diedarkan, dalam bentuk konvensional, sebagai bahan bacaan bagi masyarakat yang sering juga dikoleksi oleh mereka.
Jika menulis menjadi suatu yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh kalangan terbatas; mereka yang berkompeten, dinaungi oleh suatu perusahaan tertentu, maupun karyannya terpilih dari sekian banyak karya yang lain, maka sekali lagi teknologi informasi mengubah segalanya.
Pernah dengar istilah E-Book? Singkatan dari Electronics Book initelah menjadi paradigma baru dalam membaca bagi masyrakat dewasa ini. Display buku dalam bentuk digital ini ternyata memiliki banyak kelebihan, dimana kini kita tak perlu lagi memikirkan bentuk buku yang tebal, bahkan harganya sekalipun. E-Book menawarkan kepraktisan bagi masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini. Walaupun bentuk buku-buku konvensional sendiri tidak pernah kehilangan penggemarnya, namun keberadaan E-Book dapat menjadi tanda awas. Karena E-Book, seperti internet tadi, perlahan tapi pasti telah memasuki lifestyle dari manusia.
Bagaimana dari segi bisnisnya sendiri? Ternyata era buku digital ini membuka suatu paradigma luar biasa bagi mereka yang ingin berkecimpung di dunia ini. Tak jauh berbeda dari fenomena informasi berita diatas, kini seorang penulis dapat lebih bebas untuk menulis dan mempublikasikan karyanya di dunia maya, tanpa harus melewati suatu perusahaan, editor, bahkan penyunting sekalipun. Bahkan tulisan-tulisan kecil seperti diary di blog, dpat menjadi suatu yang booming di kalangan pengguna internet. Internet gives you an awesome works.
Dan pada akhirnya, para pebisnis internet akhirnya memikirkan seuatu bentuk domain internet untuk menampung para freedom writers ini. Akhirnya bermunculan-lah situs-situs pribadi, blogs, maupun akun jejaring social seperti Twitter maupun Myspace yang sejatinya memiliki multi fungsi, salah satunya untuk menmapung tulisan-tulisan kita sendiri.!!!
Mari kita lihat kutipan artikel dari majalah Animonster mengenai fenomena mobile novel yang digandrungi di Jepang dewasa ini :

Kesuksesan novel, film dan drama Koizora telah memperkenalkan kita pada istilah baru, yakni keitai shousetsu. Sebenarnya, apa itu keitai shosuetsu dan bagaimana posisinya dalam dunia literature Jepang di era teknologi canggih in?
Munculnya keitai shousetsu yang sering diterjemahkan sebagai mobile phone novel berawal dari pesatnya perkembangan teknologi HP di Jepang. Sejak tahun 1999, perusahaan-perusahaan penyedia jasa layanan HP sperti NTT Docomo, DDI Celullar, Ezweb dan Softbank berlomba-lomba menyajikan fitur-fitur canggih hingga pelanggan dapat menkases Internet via HP mereka. Pada saat bersamaan, trend blog pun mulai menyebar ke seluruh dunia, tidak terkecuali Jepang. Banyaknya pengguna Internet yang menulis novel dan memasangnya di blog mereka tidak luput dari perhatian Maho no i-rando, salah satu situs jasa pembuatan homepage gratis. Di bulan Desember 1999, Maho no i-rando meluncurkan layanan portal BOOK Kinou tempat para pengguna Internet dapat saling berinteraksi, berbagi cerita, menulis atau membaca dan member komentar pada karya-karya yang dimuat di situs tersebut. Portal yang dapat diakses baik dari PC maupun HP inilah yang kelak menjadi cikal-bakal munculnya keitai shousetsu.
Gebrakan resmi pertama keitai shousetsu si Jepang dimuali pada tahun 2002 dengan dimuatnya Deep Love karya penulis online muda bernama Yoshi di situs zavn. Mengangkat tema prostitusi remaja yang dialami sang tokoh utama Ayu, Deep Love berhasil menarik perhatian membaca yang sebagian besar adalah siswi SMP-SMU. Atas pertimbangan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pembaca untuk mengakses cerita tersebut lewat HP, Yoshi lalu bekerjasama dengan penerbit STARTS merilis kembali format hardcover sebanyak 4 jilid. Versi hardcover Deep Love berhasil terjual sebanyak 2,5 juta jilid dan telah dibuat pula dalam versi komik, drama dan film.
Cukup banyak faktor mengapa para remaja jepang begitu tergila-gila pada keitai shousetsu. Salah satunya jelas dari segi kepraktisan, karena selama ada HP, mereka bisa membaca keitai shousetsu kapn saja dan dimana saja. Penyebab lain karena sebagian besar penulis keitai shousetsu masih remaja dan tahu bagaimana meramu kisah yang selaras dengan tren remaja Jepang masa kini. Satu contoh adalah munculnya lirik lagu J-Pop seperti Who… dari Ayumi Hamasaki dalam Koizora. Menurut para penggemar, kedekatan usia pembaca dengan tokoh utama keitai shousetsu membuat mereka mudah menempatkan diri dalam alur novel. Ditambah tema yang umumnya menggambarkan hubungan antara cewek biasa dengan cowok ganteng yang sepintas terlihat dingin/bandel, namun sebenarnya berhati baik, lengkap sudah ramuan yang dibutuhkan untuk menarik pembaca putri SMP-SMU yang umumnya masih dalam proses pencarian jati diri. Para penulis keitai shousetsu juga terbilang cukup berani dengan memasukkan isu-isu peka seperti seks, pemerkosaan, prostitusi remaja hingga obat-obatan terlarang dalam karya mereka. Menanggapi hal tersebut, umumnya penggemar keitai shousetsu tidak ambil pusing dengan alasan isu-isu tersebut adalah kenyataan yang sering terjadi walau kadang digambarkan agak berlebihan hingga sukar dipercaya terjadi di dunia nyata.
Satu ciri khas penulis keitai shousetsu adalah mereka umumnya hanya mencantumkan nama depan, seperti Mika [Koizora], Mei [Akai Ito], Rin [Moshi mo Kimo ga], Saori [Noroi Asobi] dan banyak lagi. Walau masih berusia muda, kesuksesan mereka bahkan sulit diraih oleh penulis konvensional sekalipun. Ambil contoh Rin. Moshi mo Kimo ga yang mengangkat tema kisah cinta dua sahabat Yuuki dan Maki ini ditulisnya selama 6 bulan akhir masa SMU. Penulis yang kini berusia 21 tahun ini selalu menyempatkan diri mengetik paragraph baru ke HP dalam perjalanan ke tempat kerja sambilan atau setiap ada waktu luang. Moshi mo Kimi Ga kini terpilih sebagai salah satu keitai shousetsu terlaris dan dirilis dalam format hardcover tahun lalu dengan penjualan 400 ribu jilid. Prestasi ini menempatkannya ke dalam peringkat 5 novel terlaris se-Jepang tahun 2007. Rin yang sudah mulai menulis di situs Maho no i-rando sejak masa SMP bercerita awalnya ibunya sendiri tidak percaya ia sedang menulis novel sampai novel karya putrinya terpajang di toko buku.
Pro dan kontra muncul dari kesuksesan keitai shousetsu. Sebagian kalangan mempertanyakan akankah novel jenis ini “mematikan” novel konvensional. Walau para penggemar keitai shousetsu sebagai angin segar di tengah kebiasaan membaca remaja Jepang yang selama ini didominasi manga, ada yang menganggap kualitas tulisan keitai shousetsu yang rendah secara literasi dapat menurunkan kualitas dunia literature Jepang. Memang bagi pembaca konvensional, gaya bertutur keitai shousetsu yang didominasi dialog ala diary namun miskin dalam deskripsi tidak member kepuasan seperti yang didapat dalam membaca novel umum. Menurut novelis Mika Naito, novel-novel Jepang umumnya menggambarkan satu adegan dengan penuh emosi, sementara hal itu tidak ditemukan dalam keitai shousetsu yang berisi dialog-dialog pendek karena keterbatasan kapasitas huruf di tampilan layar HP. Untuk hal satu ini, simak komentar Rin : “Sebagian besar penggemar keitai shousetsu belum pernah membaca novel karya penulis pro karna karena menganggap kalimat-kalimat dalam karya itu sulit dipahami, cara pengungkapan ekspresi dan kisah yang asing bagi mereka. Di lain pihak, aku mengerti mengapa generasi dewasa Jepang enggan menganggap keitai shousetsu sebagai novel karena paragraph dan kalimat yang terlalu sederhana dan cerita dan mudah diprediksi.”
Terlepas dari segala pro dan kontra yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran keitai shousetsu telah memberi warna baru dalam kebiasaan membaca di Jepang, khususnya remaja putri. Penulis sendiri berpendapat di satu sisi keitai shousetsu harus ditanggapi positif karena dapat mendongkrak minat baca generasi remaja, namun di sisi lain berharap semoga hal ini bukannya justru mematikan minat untuk membaca karya-karya di luar genre ini.
Kutipan di atas memperlihatkan salah satu produk Bisnis Informasi berbentuk literature, yang ternyata membawa dampak yang luar biasa di Jepang. Teknologi yang membantu penyebar-luasan serta penggunaan produk tersebut membawa keitai shousetsu dalam waktu singkat menjadi trendsetter dan mendongkrak minat membaca orang-orang di sana.
Namun di sisi lain, produk seperti ini yang tidak terbatas dalam hal aturan dan penyebarluasan seperti pada media konvensional pada umumnya menyebabkan produk ini muncul dengan style-nya sendiri yang dikatakan ‘jauh berbeda’ dari produk novel pada umumnya. Disinilah pada pebisnis harus berpikir, bagaiamana caranya berbisnis tanpa merusak pakem-pakem positif yanvg telah ada selama ini.

Business of Digital; Part of your Life-style

Apakah yang dimaksud dengan gaya hidup digital ? Gaya hidup digital (digital lifestyle) adalah istilah yang seringkali digunakan (salah satunya oleh Bill Gates) untuk menggambarkan gaya hidup modern yang sarat dengan teknologi informasi. Teknologi informasi di sini berperan mengefisienkan segala sesuatu yang kita lakukan dengan satu tujuan: mencapai produktivitas maksimum. Tentu tidak dapat dibantah lagi bahwa teknologi informasi memang berperan besar dalam meningkatkan efisiensi.
Namun demikian, apakah produktivitas maksimum dapat dicapai semata-mata dengan teknologi informasi ? Ternyata tidak. Ada satu landasan penting yang harus kita miliki, yaitu attitude yang benar. Attitude yang benar ini berbicara mengenai sifat-sifat karakter seperti disiplin, mau mengembangkan diri terus-menerus, dan selalu melakukan segala sesuatu sebaik mungkin (spirit of excellence). Tanpa attitude yang benar, teknologi informasi secanggih apapun tidak akan membawa kita mencapai produktivitas maksimum.
Dari sini jelas, bahwa produktivitas maksimum hanya dapat dicapai bila kita memiliki landasan attitude yang benar, dan dengan bantuan teknologi informasi. Dengan memahami hal tersebut, maka kitapun dapat mulai mendalami bisnis yang berhubungan erat dengan teknologi informasi ini, yaitu bisnis digital.

1. Digital Lifestyle Era

Demikian sebuah bayangan seru yang muncul ketika imajinasi kita menyentuh sebuah kata bernama Digital. Lantas, imajinasi selanjutnya akan terbang ke sebuah kehidupan yang serba praktis dan bernuansa futuristik. Belakangan, gaya hidup digital semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Masyarakat semakin tergantung dengan teknologi, mulai dari ponsel untuk komunikasi hingga komputer untuk alat bantu kerja.
Menurut wikipedia, kata Digital berasal dari kata Digitus, dalam bahasa Yunani berarti Jari jemari. Apabila kita hitung jari manusia, maka berjumlah sepuluh (10). Nilai sepuluh tersebut terdiri dari 2 radix, yaitu 1 dan 0, maka sebab itu Digital merupakan penggambaran dari suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau Off dan On (bilangan biner). Semua sistem komputer menggunakan sistem Digital sebagai basis data.
Era Digital berkembang ditandai dengan munculnya tiga teknologi, yaitu : Komputer, Komunikasi, dan Multimedia. Dengan perkembangan konvergensi ketiga teknologi telah membuat muatan informasi atau pesan dalam komunikasi tidak lagi hanya berupa teks, angka, gambar saja, melainkan dapat berupa suara atau bahkan berupa gambar bergerak (film, video) tak ubahnya menikmati siaran langsung melalui stasion radio atau siaran televisi.
Dari sisi industri telekomunikasi, tren ini mulai terlihat dari antusiasme pengguna jasa telekomunikasi yang berkembang dengan cepat di semua segmen dan dengan mudah menyerap berbagai perkembangan layanan, baik dari sisi teknologi perangkat maupun konten seperti layanan SMS based content, Mobile TV, E-Banking, M-Banking, Video on demand, Music on demand, dan lain-lain.
Menyambut gaya hidup digital yang menuju era konvergensi di Indonesia, sejumlah operator telekomunikasi berlomba-lomba menyediakan beragam layanan berbasis konten broadband yang didukung jaringan berbasis Internet Protocol (IP). Berbagai layanan konten yang mendukung gaya hidup Digital dihadirkan, antara lain 3G broadband dan fitur-fitur layanan seperti I-Lifestyle, I-Games, I-Movie, I-Sport, I-Business, I-Religi, dan I-Musik.
Era konvergensi yang didahului dengan tren gaya hidup digital, merupakan suatu keniscayaan yang akan dilalui dalam perkembangan teknologi telekomunikasi yang mendukung kehidupan sehari-hari. Menghadapi era ini, berbagai layanan yang mendukung terciptanya gaya hidup digital menjadi sajian menarik yang siap untuk ditawarkan. Perkembangan gaya hidup digital ini menciptakan masyarakat digital atau Digital Customers yang membutuhkan konten dan aplikasi sesuai kebutuhan mereka secara cepat, kapanpun dan dimanapun. Hal ini menjadi tantangan bagi pelaku industri telekomunikasi untuk bisa memiliki berbagai kompetensi di luar kompetensi utama mereka.
Bagaimanapun, pemerintah Indonesia sudah mencanangkan era digitalisasi dan akan diaplikasikan ke semua pihak, siap tidak siap, pintu ke arah kehidupan yang serba digital sudah terbuka lebar, dan manusia yang menjadi objek dari kecanggihan teknologi ini sudah selayaknya menyiapka diri untuk menghadapinya. Siapkah kita ?, Pemerintah indonesia sendiri telah mulai melakukan terobosan untuk menghadapi gaya hidup digital ini, dengan di komandoi perusahan telekomunikasi terbesar milik pemerintah Indonesia telah merubah sistem penyambungan telepon yang semula berbasis teknologi Analog menjadi teknologi yang berbasis Digital yang lebih dikenal dengan STDI (Sentral Telepon Digital). Sedangkan implementasi layanan telekomunikasi digital berupa Internet di Telkom, yang kita kenal dengan jasa layanan Telkomnet Instan, Flexi Data Net, Speedy, E-Business, Infonet, IP Virtual Network, DINAccess, ISDN, Astinet, VPN Dial serta layanan Telkom Hotspot/Wifi. Demikian juga dengan operator telekomunikasi non pemerintah yang sudah mengimplementasikan jasa layanan berbasis digital.

2. E-Commerce; Major Side of Digital Business

Berbicara mengenai Bisnis Digital, tentunya tidak lepas dari yang satu ini, E-Commerce. Ya, E-Commerce adalah salah satu media untuk berbisnis digital, dimana penggunaan internet tetap dominan pada E-Commerce ini.
Pembahasan mengenai E-Commerce telah sering dilakukan, namun kadangkala kita tidak tahu bagaimana sebenarnya bentuk awal dan perkembangan dari E-Commerce itu sendiri. Berikut kutipan dari perkembangan E-Comerce di salah satu situs :
Generasi pertama dari E-Commerce

Bentuk dari generasi pertama E-commerce itu adalah berbentuk brochureware (menggunakan seperti selebaran). Banyak perusahaan yang memakai sarana internet sebagai suatu usaha baru untuk mencapai semua konsumen yang ada di manapun, kapanpun juga.
Nilai yang diharapkan pada tahap generasi pertama dari e-commerce itu seperti suatu pepatah “Bangunlah dan ciptakanlah maka hasilnya pun akan km dapatkan” (Field of e-dreams)
Adapun site-site dengan keberhasilan pada generasi pertama e-commerce ini, yaitu :
• Web Search Service : yahoo!,Lycos,AOL,Infoseek, dll
• Information Site : MSNBC,ESPN,WSJ,Dow Jones, dll
Hasil pencapaian dari generasi pertama e-commerce:
• Membuat dan mengupdate isi website ternyata lebih mahal dari yang direncanakan.
• Teknologi web lebih mahal dari yang diduga
• Terlalu banyak marketing web site yang diperlukan untuk menarik minat konsumen
• Kurangnya data dari keperluan bisnis dan efektifitas dari web site
• Informasi Overload
• Lambatnya respon dan waktu untuk download, untuk tampilan dan lalu lintas internet.
Generasi kedua dari E-commerce
Bentuk dari generasi kedua dari e-commerce adalah transaksi elektronik. Banyak perusahaan yang menggunakan internet sebagai cara baru untuk melakukan bisnis. Baik itu on-line bisnis dan pembelian.
Nilai yang diharapkan untuk generasi kedua e-commerce :
• Mengurangi biaya untuk membeli dan menjual
• Biaya yang rendah untuk pelebaran jangkauan bisnis
Web site yang sukses dalam generasi kedua e-commerce contohnya yaitu :
• On-line Sales : Amazon.com, Dell Computer, dll
• Financial Trade : E*Trade, Charles Schwab, dll
Hasil pencapaian dari generasi kedua e-commerce :
• Perkembangan Ad-hoc dari aplikasi web sulit untuk dipertahankan
• Pertumbuhan bisnis memerlukan perubahan yang banyak dari design system yang ada
• Miskinnya tampilan system membuat konsumen merasa kurang terpuaskan
• Faktor keamanan dari site-site e-commerce
• Faktor legalisasi dan keteraturan


3. The Security of Digital

Saat ini sudah menjadi hal yang biasa jika seseorang mempunyai beberapa handphone termasuk nomernya, nomer rekening di bank, kartu kredit, akun email, akun Instant Messaging dan akun situs Social Networking. Bagi sebagian orang, hal-hal tersebut disebabkan bukan oleh kebutuhan tapi lebih kepada ikut-ikutan terhadap lingkungan terdekatnya (Life Style). Sepertinya terlihat keren dan modern, tapi jika tidak dikelola dengan baik hal-hal tersebut akan menjadi ancaman keamanan terutama privacy bagi pemiliknya.
Di dalam Digital Lifestyle, yang paling penting di masing-masing akun adalah adanya identitas pemilik. Identitas pemilik yang berupa ID yang unik berupa nomer KTP atau passport, akan diasosiasikan dengan database di perusahaan penyedia layanan (telekomunikasi, perbankan, email, Social Networking).
Menariknya lagi, antar ID di layanan berbeda akan saling berkaitan satu sama lain. Misal di dalam database rekening kita di bank, akan tercatat nomer handphone dan alamat email. Profil di dalam Social Networking (Friendster, Facebook dan sejenisnya) juga tercatat nomer handphone dan alamat email. Sebaliknya, dalam profil kita di handpone atau email kadang kita tulis alamat email bahkan nomer rekening bank atau kartu kredit. Bisa dilihat suatu benang merah, jika kita berhasil mendapatkan salah satu ID dari seseorang akan bisa membawa kita kepada ID-ID yang lain dari pemiliknya.
Yang lebih berbahaya lagi, sebagian orang karena tidak mau repot, menggunakan PIN atau password yang dihubungkan dengan ID dari layanan lain. Sebagai contoh, PIN ATM kadang menggunakan modifikasi tanggal lahir atau nomer handphone. Password email atau Social Networking bisa menggunakan modifikasi nomer ATM atau nama/tanggal lahir dan sebagainya. Sekarang tinggal mau dimulai dari mana kita akan melakukan penggalian informasi awal dari suatu ID (misal nomer handphone atau alamat email) untuk mendapatkan informasi berikutnya yang lebih penting (nomer rekening bank berikut PIN ATM). Teknik ini sering disebut sebagai Social Engineering Attack dimana penyerang (attacker) akan mulai mempelajari karakteristik seseorang, kemudian akan meminta informasi yang lebih detail dengan cara memancing korban melalui SMS, telepon atau email yang seolah-olah resmi dan bisa dipercaya.
Salah satu contoh skenario adalah mengirim SMS yang berisi pemberitahuan bahwa pemilik nomer tadi mendapatkan hadiah dari suatu perusahaan. Korban akan dipancing untuk ke ATM dan melakukan beberapa aktifitas dipandu melalui telepon, dimana tujuan akhirnya adalah mengirimkan sejumlah uang ke penyerang. Cara ini juga bisa dilakukan melalui email untuk meminta korban mengunjungi suatu situs (seolah-olah) asli suatu layanan Internet Banking, dan korban diminta mengisi data-data penting seperti username dan password.
Kenapa data-data kita bisa didapat dengan mudah oleh mereka? Langkah awal yang bisa dilakukan misal membaca data-data yang terdapat di handphone dari seseorang yang telah dijual, hilang atau dicuri. Handphone sekarang sudah menjadi digital wallet (dompet digital) dimana kita menyimpan semua nomer-nomer rekening bank, kartu kredit dan alamat email. Beberapa orang tidak menghapus data-data penting di handphone pada saat dia menjualnya. Cara lain adalah menyadap percakapan di fasilitas WiFi yang sekarang tersedia bebas dan gratis di café, hotel, kampus dan lain-lain. Saat ini kita dengan bebasnya menggunakan layanan tersebut dan secara tidak sadar mengirimkan data-data penting melalui chatting, email, diskusi di Social Networking dan lain-lain. Kebanyakan layanan WiFi yang ada sekarang tidak dilindungi oleh sistem keamanan seperti penyandian dan otentikasi sehingga sangat mudah disadap. Cara lain yang lebih sulit dan membutuhkan waktu adalah mempelajari karakteristik korban melalui Social Networking (Friendster/Facebook dll) dengan membaca profil, memahami isi percakapan antar teman, atau aktifitas-aktifitas lain. Setelah mendapatkan data yang cukup, penyerang akan mencoba menggali lebih dalam dengan berpura-pura menjadi teman dan menanyakan sesuatu atau menjadi pihak bank yang akan mengkonfirmasi rekening dengan memberikan data-data pribadi yang didapat dari situs tersebut dan lain-lain.
Kita harus lebih hati-hati dalam menyimpan data-data penting di dalam layanan digital yang menjadi trend saat ini (Digital Lifestyle). Pertama adalah karena data tersebut makin mudah diakses dibanding data analog (misal buku rekening bank). Kedua, antara data satu dan data lain semakin saling terkait sehingga sekali mendapatkan data di layanan A (misal nomer handphone atau email) akan bisa melangkah ke layanan B (misal perbankan). Dan yang terakhir, banyak orang yang tidak mau direpotkan dengan nomer PIN atau password sehingga menggunakan kode yang mudah ditebak, tidak pernah diganti dan bahkan menggunakan PIN/password yang selalu sama untuk semua layanan digital.
Isu keamanan ini tentunya menjadi hal yang penting dalam Bisnis Digital (maupun bisnis-bisnis lainnya), Karena membangun keamanan dalam berbisnis di Internet tidak semudah yang dibayangkan. Butuh pengetahuan yang memadai, karena jika tidak memiliki itu maka Bisnis Digital kita dapat menemui banyak celah.


Business of Signal; Everyone needs that Things

Handphone tanpa sinyal, internet tanpa koneksi, apa yang akan terjadi? Tentunya kita tak dapat menjalankan benda-benda teknologi informasi ini dengan semestinya. Ternyata sinyal adalah bagian yang penting dan mutlak dalam era teknologi informasi ini, sebagai penghubung semuanya.

The Phenomenon of Internet Network Service in Indonesia

Berikut ini saya sertakan kutipan artikel yang menggambarkan tentang bisnis sinyal ini di Indonesia :
Keberadaan dunia bisnis yang mengetengahkan jasa layanan internet, dewasa ini sangat menyedot perhatian masyarakat Indonesia selaku konsumen. Di saat perkembangan teknologi dan ketergantungan manusia terhadap koneksi internet, memberikan peluang untuk penyediaan jasa layanan internet, baik melalui line telepon maupun broadband secara wireless.
Telkom sebagai perusahaan pemegang jasa telekomunikasi terbesar di negeri ini, meluncurkan jasa layanan Telkom Speedy yang menjanjikan kecepatan dan kenikmatan berselancar yang lebih baik daripada pendahulunya, Telkomnet Instant. Layanan ini, sebagaimana yang dulu, tetap mengharuskan konsumen untuk memiliki line telepon (dan tentu saja sebuah modem) untuk bisa menggunakan layanan ini.
Disamping Speedy, di luar sana, banyak operator yang menawarkan jasa layanan internet kepada publik dengan hanya menggunakan HP berfitur 3G (sebagai modem) atau modem yang dikhususkan untuk itu, disamping proses registrasi (pendaftaran) yang cepat dan mudah. jalur yang dipakai wireless, jadi tentu saja di balik kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan, tersimpan sedikit “resiko” apabila daerah konsumen tidak tercakup dalam coverage area dan atau halangan wireless lainnya (gedung, tembok, BTS, dll) terkait media gelombang yang dipakainya.
Menyikapi hal ini, tanpa bermaksud menjelekkan suatu pihak, penulis dalam sudut pandang pribadi, justru berpendapat, bahwa kepuasan konsumen adalah hal yang utama dalam berbisnis. Bisa disingkat bahwa konsumen adalah raja.
Telkom tentu berpeluang untuk di”kalah”kan oleh pesaing-pesaing lainnya jika tidak bisa memuaskan konsumen. Dalam dunia bisnis, memenuhi keinginan konsumen dan membuat konsumen puas, adalah sebuah “ladang” untuk kompetisi antar pelaku bisnis, baik dalam dunia bisnis apapun, termasuk juga jasa layanan internet. dan mengalahkan pesaing-pesaing lainnya (dalam cakupan yang benar dan tidak curang) tentu saja bukan merupakan hal yang dilarang dalam berbisnis.
Indonesia dengan penduduk yang besar, merupakan ladang untuk bisnis yang menjanjikan. Kemajuan teknologi dewasa ini menyebabkan makin banyak masyarakat Indonesia yang terhubung ke internet (dan tentu saja membutuhkan jasa layanan internet), baik untuk informasi, pendidikan, pekerjaan, maupun social networking semata.
Penulis akan mencoba memaparkan pengalaman teman penulis, yang datang sendiri ke kamar penulis di kosan beberapa waktu yang lalu, untuk menyampaikan uneg-unegnya saat itu.
Teman penulis ini semenjak mengenal suatu social networking di internet, mulai merasakan adanya manfaat internet dan berpendapat bahwa jaringan di kosannya harus tersambung internet. Awalnya ia ingin mencoba akses Speedy. maka didatangilah kantor Telkom Bandung untuk menyampaikan permintaan pemasangan line teleppon+modem+Speedy. tapi, sampai sekian kali bolak-balik, tetap saja belum ada tanggapan dan tindakan nyata dari pihak Telkom. Line telepon saja sungguh lama belum terpasang, hingga sekian bulan sejak awal ia mengajukan permohonan itu. Padahal, line telepon adalah prasyarat utama jika ingin menggunakan layanan Speedy. Suatu prosedur yang lumrah. Jika diteliti, lokasi kosan teman penulis yang jauh dari kota Bandung dan terkesan terpencil, mungkin menjadi salah satu faktor lamanya proses pemasangan line telepon. Bisa juga, karena hanya kosan teman penulis saja yang mengajukan pemasangan line telepon, sementara tetangga sekitar tidak. Menurut isu yang kerap penulis dengar, pihak Telkom hanya akan memasangkan line telepon jika lokasinya dekat dengan kota atau jika lokasinya terpencil, minimal ada 3-4 konsumen yang mengajukan pemasangan line telepon secara bersamaan. Konon, untuk menghemat biaya. Di samping itu, akan lebih cepat jika anda memiliki “kenalan” atau “orang dalam” yang bekerja di Telkom. Sampai tulisan ini penulis posting, penulis belum mengetahui sejauh mana kebenaran isu ini.
Entah karena kesabarannya habis, memperoleh info layanan broadband, atau keinginan untuk segera memperoleh akses internet, teman penulis memutuskan mencoba layanan broadband Telkomsel Flash. Bermodalkan registrasi via SMS, SIM card, dan HP miliknya sebagai modem, teman penulis dapat segera menikmati akses internet. Meski lokasi kosan terpencil, namun akses 3,G diperoleh. Ini berarti termasuk dalam cakupan coverage area Telkomsel.
Yang penulis tekankan pada tulisan ini (sekali lagi..) bukanlah menjelekkan suatu produk, namun menjelaskan sudut pandang dari sisi konsumen. Konsumen, dimana pun dan bagaimanapun juga, selalu menginginkan kemudahan dan kecepatan proses serta layanan yang baik.
Dari penuturan penulis di atas berdasarkan pengalaman salah seorang teman, penulis mengutarakan beberapa point-point penting berikut :
1. Kemudahan
Layanan broadband lebih baik dari Speedy dalam hal kecepatan dan kemudahan registrasi (pendaftaran) untuk memperoleh layanan internet. Dengan hanya menggunakan sarana SMS (sesuai format yang diminta), layanan broadband pada umumnya (dalam hal in penulis ambil sampel Flash dan Broom) dapat segera dinikmati oleh konsumen. Jika ingin memperoleh paket yang lain, bisa dipilih sesuai ketentuan. Bandingkan dengan Speedy yang mewajibkan konsumen harus memasang/memiliki line telepon. Permasalahan utama bukan pada line telepon, tapi bagaimana cepatnya proses agar line telepon itu segera terpasang, sebagaimana pengalaman teman penulis sebagai konsumen dari daerah yang terpencil. Jika prosesnya lama, apalagi berbelit-belit, calon konsumen akan segera beralih ke alternatif lainnya.
2. Belum Merata
Keberadaan layanan Telkom Speedy belum mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Selama ini, yang penulis ketahui, Speedy hanya mencakup beberapa daerah di Indonesia, itupun di daerah yang notabene “tidak terpencil” karena lebih “menjanjikan”.
Jika penulis boleh memberikan saran, seharusnya pihak telkom tidak “pilih kasih” dalam hal ini. Apabila masyarakat di pelosok terlanjur “tidak diperhatikan” dalam hal layanan internet, mungkin saja akan ada pihak lain yang akan segera “menyerbu” mereka dengan layanan yang lebih baik, jika pesaing ini bisa membaca peluang bisnis yang ada di depan mata. Jika ini terjadi, tentu Telkom akan kehilangan calon-calon konsumen.
3. Bagaimana Meraup Konsumen Yang Belum Melek IT?
Terkait nomor 2 di atas, untuk daerah-daerah terpencil di Indonesia, dimana penduduknya pun mungkin belum sepenuhnya tahu dan paham akan IT, hal ini bisa diselesaikan dengan memberikan layanan/penyuluhan mengenai pentingnya internet di era komputerisasi ini. Mungkin awalnya diberikan sarana akses internet gratis (dan juga bantuan perangkat komputer dan pemahamannya) sebagai motivator, kemudian setelah mereka mengetahui manfaat komputer dan internet dan terbiasa menggunakannya, Telkom bisa mulai memberikan layanan Speedy dengan harga semestinya.
Tindakan ini bukan untuk menjebak konsumen, tapi memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Di sisi masyarakat, tindakan ini akan membuat masyarakat terpencil melek terhadap IT. Di sisi Telkom, tentu saja akan meningkatkan jumlah konsumen (syukur-syukur jika berubah menjadi pelanggan tetap). tarif yang ditentukan pun hendaknya bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan konsumen pada umumnya.
4. Minimnya Penduduk Indonesia Yang Terhubung ke Internet
Dari point nomor 3 di atas, penulis mendasarinya dari kenyataan saat ini. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar serta wilyaha geografis berupa kepulauan, ditunjang oleh tidak meratanya pembangunan (termasuk juga IT), menyebabkan tidak merata juga hak WNI dalam memperoleh layanan semstinya. Dalam hal ini penulis mengaitkan dengan layanan internet dan komunikasi. Mungkin untuk saat ini penduduk di Indonesia Timur, Barat, maupun di pelosok-pelosok Jawa-Bali belum sepenuhnya melek terhadap IT, termasuk juga internet. Sungguh ironis jika dikaitkan dengan era globalisasi dewasa ini. Dan akan lebih ironis lagi jika ada pihak lain yang membaca kesempatan ini dan menggaet mereka sebagaimana yang penulis kemukakan di bagian atas.


5. Belajar Dari Layanan Broadband
Pihak Telkom dengan mendasari layanan yang ditawarkan oleh layanan internet broadband, hendaknya bisa memikirkan langkah pemasaran yang lebih baik. Misalkan menambahkan paket yang lebih “ekonomis” dari yang telah ada, sehingga benar-benar bvisa menjangkau semua pihak sesuai keuangan mereka. selain itu, sebagaimana yang penulis utarakan di atas, mulailah melirik calon-calon kosumen di pelosok dan seluruh wilayah Indonesia secara merata.
6. Rancangan Layanan Speedy ke Depan
Pihak Telkom bisa memikirkan rancangan IT untuk meniru jejak broadband lainnya melalui media wireless, penyediaan modem (USB maupun perangkat HP/Flexi), dan hal lainnya, sehingga di sisi konsumen menjadi lebih mudah dan simpel dalam hal penggunaannya. Keberadaan bagian Riset bisa berperan besar untuk memikirkan rancangan ini ke depannya. Meski pada dasarnya antara wireless broadband dan line telepon adalah dua hal yang amat berbeda.
7. Isu-Isu Yang Meresahkan
Terkait isu yang penulis dengar dan juga penulis utarakan sedikti di bagian atas, keberadaan “orang dalam” atau yang “dikenal” (agar bisa terpasang line telepon dan Speedy secara cepat) hendaknya bisa ditindak lanjuti. Hal ini rentan terhadap kepuasan konsumen (sebagaimana teman penulis) dan juga keberadaan “calo” di lapangan. Bukankah akan beresiko adanya “calo” yang dengan seenaknya menaikkan biaya/harga di atas harga/biaya semestinya?Mungkin bisa dipahami bahawa di jaman seperti ini, setiap orang perlu uang. Namun tindakan calo seperti itu justru akan merusak citra Telkom di mata masyarakat.---
Artikel di atas menggambarkan bahwa bisnis sinyal sejatinya mengalami pula persaingan, guna memuaskan dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Pihak-pihak pebisnis tentunya terus memikirkan upaya terbaik untuk menjangkau masyarakat sampai ke pelosok-pelosok daerah, agar cakupan wilayah teknologi informasi ini sendiri menjadi luas. You need a signal to do that business right?

Business of Energy; Earth Source for Human Being

Sejatinya, bisnis energi bukanlah hal yang baru, dan telah menjadi suatu paradigma kegiatan di seluruh dunia, baik di Negara-negara maju maupun Negara-negara berkembang. Energi bumi, di satu sisi menjadi kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia, di sisi lain menjadi pundi-pundi uang dengan nominal trilyunan bagi ‘mereka’ yang mengolahnya.
Ternyata, perkembangan teknologi informasi dewasa ini juga berpengaruh pada bisnis energi ini. Semua butuh energi untuk aktivitas mereka sehari-hari; bepergian, sumber listrik, cahaya, dan lain-lain. Teknologi Informasi tidak dapat menggantikan itu semua. Namun di satu sisi, Teknologi Informasi berpengaruh dalam jalannya bisnis energi ini.
Pebisnis dari Pasar Energi inipun ternyata mengalami perkembangan, bahkan perusahaan teknologi informasi seperti Google-pun telah mencoba peruntungannya di pasar energy ini .
Mari kita simak artikel berikut ini :

Google Inc Rambah Bisnis Energi
March 2, 2010 by arif haryanto
Google memang perusahaan yang bisa dikatakan sebagai perusahaan multiproduct. Setelah “berdagang” ponsel Nexus One - yang jelas-jelas adalah bisnis di luar core bisnisnya selama ini - kini perusahaan mesin pencari ini mencari “mesin uang” baru, dengan membentuk Google Energy. Anak perusahaan Google yang satu ini bergerak dalam bidang bisnis yang mungkin cukup mengherankan, yaitu membeli dan menjual listrik dalam jumlah yang besar.
Pada bulan Januari 2010 lalu, Google mengajukan permintaan kepada Federal Energy Regulatory Commission (FERC) di Amerika untuk memasuki pasar energi. Hal ini disambut baik oleh pihak pemerintah, dan Google dengan cepat mendapatkan izin untuk membeli dan menjual kembali energi (listrik) secara grosir. Nampaknya perusahaan ternama ini optimis bisnis barunya akan berjalan dengan lancar, dengan mengusung misi fleksibilitas dalam menciptakan energi netral karbon. Saat ini Google nampaknya sedang menimbang-nimbang untuk membidik pasar yang akan dimasukinya, apakah bisnis energi ini akan ditawarkan pada perusahaan-perusahaan utilitas yang ada atau malah membidik konsumen rumah tangga.
Selain itu, Google juga sedang mengembangkan cermin dengan biaya rendah untuk digunakan pada panel surya. Juga proyek PowerMeter Google yang memungkinkan pengguna mengontrol penggunaan listrik sepanjang mereka memiliki peralatan yang memadai untuk mengunggah data. Nampaknya hal ini semakin menambah bagian portofolio Google sebagai prestasi yang ditempuh perusahaan yang berdiri sejak 4 September 1998 ini. Google telah memperluas jangkauannya dihampir setiap jenis layanan web ke dalam dunia smart phone, memiliki rencana untuk memasuki bisnis Internet Service Provider (ISP), mengembangkan Operating System (OS) untuk netbook, dan yang kini tersirat adalah kemungkinan untuk mengembangkan bisnis listrik dan masuk ke pasaran.
Namun sejauh ini, walaupun sudah mengantongi izin dari pemerintah Amerika, bisnis yang dipercaya akan mendapat sambutan baik ini masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk cepat-cepat melakukan kegiatan jual beli listrik dan memasarkan produk barunya ini kepada konsumen. Mungkin kini hanya tinggal menunggu waktu yang tepat dan strategi yang matang agar bisnis ini bisa berjalan dengan lancar, layaknya produk-produk Google yang diluncurkan sebelumnya seperti search engine (Google.com), ponsel (Nexus One), OS pada ponsel, browser (Google Chrome), layanan email (Gmail), program virtual globe (Google Earth), Google Translate, Google Video, Google Docs, dan masih banyak lagi.

Tentunya langkah yang dilakukan Google ini dapat dipahami, dikarenakan pasar energi adalah pasar yang menguntungkan dan mendatangkan banyak keuntungan. Apalagi jika diolah oleh perusahaan yang telah memiliki nama seperti Google. Pangsa pasar ke depan mereka yang juga masih terkait dengan produk-produk teknologi informasi yang telah mereka rilis sebelumnya tentunya menggambarkan bahwa nilai-nilai teknologi informasi dan energi itu saling berhubungan.
Apa jadinya jika energi ini diisukan habis, ataupun terbatas? Simak artikel berikut ini.

Krisis Energi Listrik Di Indonesia – Krisis Mental Pejabat, Penguasa, dan Pengusaha
Keberadaan dan Keberdayaan Energi Listrik merupakan sebuah keharusan sebagai motor penggerak roda kehidupan pada sebuah bangsa untuk tetap bergerak dan mengarah maju ke depan.
Tanpa Keberadaan dan Keberdayaan Energi Listrik akan menghambat hingga menghentikan aktivitas masyarakat dunia usaha dan rumahan, serta berujung terhambatnya atau terhentinya kemajuan umat pada suatu bangsa.
Mungkin inilah realita dampak Krisis Energi Listrik yang tengah melanda di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, berupa kurangnya pasokan energi listrik untuk masyarakat Indonesia di pulau Jawa dan Sumatra yang terjadi pada bulan-bulan terakhir ini.
Seperti telah diberitakan beberapa waktu yang lalu bahwa Akibat Krisis Energi Listrik di Indonesia, maka di berbagai wilayah di Indonesia masih akan mengalami pemadaman listrik bergilir hingga tahun 2010 mendatang. Dikabarkan bahwa hal ini dikarenakan PLN (Perusahaan Listrik Negara) Indonesia mengalami defisit akibat tidak berimbangnya pasokan yang dimiliki PLN dengan permintaan energi listrik oleh konsumen (masyarakat). Diberitakan bahwa saat ini sebenarnya total kapasitas terpasang PLN sudah mencapai 26.000 Mega Watt se Indonesia tetapi beban puncaknya sudah mencapai 24.000 MW. sedangkan daya mampunya tentunya sekitar 25.000 mega sehingga bila ada masalah kita tidak punya cadangan lagi. Kurangnya atau tersendatnya pasokan batu bara pada sumber-sumber energi pemasok listrik di pulau jawa seperti Sumber Energi Cilacap serta kerusakan teknis pada sumber energi lain juga telah dijadikan dalih/alasan PLN untuk melakukan pemadaman listrik (electrical shutdown) tersebut secara berkala, bergilir, dan sepihak pada bulan-bulan terakhir ini (PLN sebagai lembaga monopoli negara pantas diberi piala Excuse Award 2008).
Dan seperti telah dirasakan masyarakat khususnya di pulau Jawa dan Medan, Sumatra, pemadaman listrik tersebut seringkali dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pihak konsumen yakni masyarakat pengguna energi listrik, baik yang komersial (masyarakat pada umumnya) maupun yang gratisan (tanya siapa).
Bagi Penulis, Pemadaman Listrik oleh PLN dalam kasus Krisis Energi Listrik ini bisa dianalogkan seperti seorang Kepala Keluarga (Suami dan Ayah) yang tidak mampu memberi makan 3 kali sehari kepada Istri dan Anak-anaknya, kemudian membuat solusi masalah (yang timbul dari dirinya sendiri) tersebut, yakni membuat kebijakan dengan meminta Istri dan Anak-Anaknya untuk hidup berhemat (baca: makan 1 sampai dengan maksimal 2 kali sehari). Baik dan bijaksanakah kebijakan/solusi dari Suami/Ayah tersebut? Jelas tidak! Lantas bagaimana solusinya? Karena masalah ini sudah menyangkut hak dan kewajiban dalam berkeluarga, maka bagaimanapun kondisinya, si Suami/Ayah tersebut berkewajiban harus bisa memberi nafkah dan memberi makan layak untuk Istri dan Anak-Anaknya bagaimanapun caranya (kecuali cara-cara yang dilarang Tuhan tentunya). Kalau ia tidak bisa menjalankan kewajibannya, tanyakan otaknya ditaruh dimana saat ia berencana mengawini anak orang? Sedangkan Istri dan Anak-Anaknya juga tentu memiliki kewajiban menjaga dengan baik pemberian si Suami/Ayah tersebut serta membiasakan diri hidup berhemat. Hidup berhemat bisa memiliki arti dan makna yang luas, yang jelas bukan berarti mendiscount waktu makan dari 2 kali sehari menjadi 2 kali sehari, karena waktu makan adalah vital bagi kesehatan yang tak bisa ditawar lagi, namun makan secukupnya (tidak berlebihan), menghabiskan makanan yang disediakan, tidak membuang-buang makanan (membuang rejeki dari Tuhan).
PLN (dianalogkan dengan si Suami/Ayah tersebut) tentu sangat-sangat tidak bijaksana dan aneh serta tidak masuk akal sehat Penulis bilamana membuat solusi krisis energi listrik dengan hanya meminta/menghimbau konsumen pengguna listrik (yang dianalogkan sebagai Istri dan Anak-Anak tersebut) untuk menghemat konsumsi listrik tanpa melakukan aksi gerak cepat dan serius untuk melakukan pembenahan diri secara internal dan eksternal.

Dari artikel di atas, yang ingin saya tekankan bahwa energi benar-benar adalah kebutuhan mutlak bagi kita semua. Walaupun suatu saat energi tersebut dapat habis jika tidak diberdayakan, namun pengurangan penggunaan energi juga merupakan salah satu masalah yang sulit mengingat betapa tergantungnya masyarakat dengan penggunaan energi ini, apalagi energi berperan penting sehubungan dengan penggunaannya bagi masyarakat dalam kehidupan berteknologi informasi. Karena itulah bisnis energi tetaplah menjadi lahan menguntungkan bagi pihak-pihak yang mengelolanya sampai kapanpun.




LAST WORD

Pada akhirnya, Bisnis Pengetahuan ini akan tetap menjadi fenomena yang semakin meluas di kalangan masyarakat seiring berjalannya waktu. Hal ini menyangkut aspek-aspek berikut yang tak akan pernah lepas dari kehidupan manusia :
1. Need
Kebutuhan kita tanpa disadari akan semakin membengkak seiring berjalannya waktu, apalagi jika kita makin ketergantungan dengan teknologi informasi ini, membuat kita terus menerus menjadi konsumer untuk produk-produk teknologi informasi.
2. Money
Yang satu ini tentunya menjadi kebutuhan mutlak bagi manusia; bagaimana caranya menghasilkan uang, dan untuk apa uang tersebut, keduanya menjadi alur kehidupan manusia yang sekarang dipengaruhi oleh teknologi informasi.
3. Trust
Kepercayaan; sesuatu yang mahal harganya, karena tidak dapat dibeli, dan abstrak. Sukses membangun kepercayaan dalam berbisnis akan membawa kita ke dalam kepuasan dan kesuksesan.
4. Knowledge
Human never satisfied with their condition. Begitu pula dalam ‘mengumpulkan’ yang satu ini, sebagai bekal dalam memenuhi Need, mencari Money, dan membangun Trust.

Akhir kata untuk kehidupan bisnis anda : Orang Sukses berhenti untuk mencari ALASAN, orang gagal mencari ALASAN untuk berhenti,



By : Chandra S Rembang - 080213041
Mahasiswa Teknik Elektro Minat Konsentrasi Informatika 2008
Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado
Mail : spencer.parispotter@gmail.com
Blog : http://chanspencer.blogspot.com



Sumber :
I. Animonster Magazine # 117
II. “No Excuse” By Isa
III. some of Internet References

Tidak ada komentar:

Posting Komentar